1 Pengertian
Classical Conditioning
Penemuan
Pavlov yang sangat menentukan dalam sejarah psikologi adalah hasil
penyelidikannya tentang refleks berkondisi (conditioned reflects).
Dengan penemuannya ini Pavlov meletakkan dasar-dasar Behaviorisme, sekaligus
meletakkan dasar-dasar bagi penelitian-penelitian mengenai proses belajar dan
pengembangan teori-teori tentang belajar. Bahkan America Psychological Association (A.P.A.) mengakui bahwa
Pavlov adalah orang yang terbesar pengaruhnya dalam psikologi modern di samping
Freud.
Classic
conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang
ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli
dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaksi yang diinginkan.
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat
terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang
dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang
paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara,
melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan
mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker, 1985).
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan
rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan
apa yang didinkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan
binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan
manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia
berbeda dengan binatang.
Percobaan
Pavlov mengenai fungsinya kelenjar ludah pada anjing merupakan contoh klasik
bagaimana perilaku tertentu dapat dibentuk melalui pengaturan dan manipulasi
lingkungan. Proses pembentukan perilaku semacam itu di sebut proses pensyaratan
(Conditioning prosess). Air liur anjing yang secara alami banyak hanya keluar
apabila ada makanan, pada akhirnya dengan proses pensyaratan air liur dapat
keluar sekalipun tidak ada makanan.
Berikut
ini adalah percobaan Pavlov beserta dengan langkah-langkahnya :
Pertama
anjing disajikan tepung daging (US), menimbulkan respon anjing berupa air liur
(UR). Pada situasi lain disajikan cahaya lampu (CS), ternyata tidak
menghasilkan respon keluarnya air liur, alih-alih anjing hanya memperhatikan
lampu. Hal ini merupakan keadaan prabelajar. Selanjutnya tepung daging
disajikan hampir bersamaan dengan cahaya lampu secara berulangan-ulang (US + CS
yang menghasilkan UR + CR). Inipun merupakan proses pembelajarannya.
1. US (unconditioned
stimulus) = stimulus asli atau netral: Stimulus tidak dikondisikan yaitu
stimulus yang langsung menimbulkan respon, misalnya daging dapat merangsang
anjing untuk mengeluarkan air liur.
2. UR (unconditioned
respons): disebut perilaku responden (respondent behavior)
respon tak bersyarat, yaitu respon yang muncul dengan hadirnya US, yaitu air
liur anjing keluar karen anjing melihat daging.
3. CS (conditioning stimulus): stimulus bersyarat,
yaitu stimulus yang tidak dapat langsung menimbulkan respon. Agar dapat
menimbulkan respon perlu dipasangkan dengan US secara terus-menerus agar
menimbulkan respon. Misalnya bunyi bel akan menyebabkan anjing mengeluarkan air
liur jika selalu dipasangkan dengan daging.
4. CR (conditioning respons): respons bersyarat, yaitu rerspon yang muncul dengan hadirnya CS, Misalnya: air liur anjing keluar karena anjing mendengar bel.
4. CR (conditioning respons): respons bersyarat, yaitu rerspon yang muncul dengan hadirnya CS, Misalnya: air liur anjing keluar karena anjing mendengar bel.
Pada
akhirnya anjing mengeluarkan air liur (UR) ketika disajikan cahaya (CS)
sekalipun tidak diikuti penyajian tepung daging. Keluarnya air liur sebagai
respon terhadap stimulus cahaya ini di sebut perilaku hasil belajar atau hasil
pengkondisian. Apabila ada dua hal yang prosedural yang harus dipenuhi dalam
percobaan ini yaitu : (1) penyajian CS itu segera diikuti oleh US, dan
(2)
hal yang demikian itu dilakukan berulang-ulang sampai CR terbentuk.
Dalam
percobaan yang lain cahaya itu diganti dengan bunyi bel sebelum diberikan
makanan kepada anjing dibunyikan bel, setelah hal yang demikian itu
diulang-ulang secukupnya, maka dengan mendengar bunyi bel saja anjing telah
mengeluarkan air liur.
Percobaan
selanjutnya dilakukan untuk mengetahui apakah respon bersyarat yang telah
terbentuk itu dapat dihilangkan. Prosedurnya, perangsang bersyarat yang telah
menimbulkan respon bersyarat disajikan berulang-ulang tanpa diikuti perangsang
tak bersyarat. Mula-mula anjing mengeluarkan air liur, lama kelamaan dia tidak
lagi mengeluarkan air liur, sekalipun menyaksikan perangsang bersyarat.
Kesimpulannya,
dalam percobaan-percobaan ini anjing belajar bahwa cahaya lampu ataupun bunyi
bel itu mula-mula sebagai datangnya makanan (pembentukan CR), kemudian ia
belajar bahwa cahaya lampu atau bunyi bel sebagai pertanda tidak ada makanan
(penghilang CR).
2.1.1 Prinsip
Classical Conditioning
1) Penguasaan (akuisisi)
Penguasaan atau bagaimana organisme mempelajari sesuatu respon atau respon baru berlaku beberapa tingkatan. Juga semakin sering organisme itu mencoba, lebih kuat penguasaan berlaku.
Penguasaan atau bagaimana organisme mempelajari sesuatu respon atau respon baru berlaku beberapa tingkatan. Juga semakin sering organisme itu mencoba, lebih kuat penguasaan berlaku.
2.1.2 Stimulus Classical Conditioning
1)
Generalisasi (generalitation)
Dalam eksperimennya, Pavlov juga telah menggunakan lonceng yang berbeda nada, tetapi anjing itu masih mengeluarkan air liur. Ini menunjukkan bahwa sesuatu organisme yang telah terlazim dengan dikemukakan sesuatu rangsangan tak terlazim (RTT seperti lonceng) juga akan menghasilkan respon terlazim (GT = keluar air liur) walau pun rangsangan itu berbeda atau hampir sama (yaitu, nada lonceng yang berbeda). Dengan kata lain, organisme itu dapat membuat generalisasi bahwa suara yang berbeda atau hampir sama mungkin diikuti dengan respon (makanan).
Dalam eksperimennya, Pavlov juga telah menggunakan lonceng yang berbeda nada, tetapi anjing itu masih mengeluarkan air liur. Ini menunjukkan bahwa sesuatu organisme yang telah terlazim dengan dikemukakan sesuatu rangsangan tak terlazim (RTT seperti lonceng) juga akan menghasilkan respon terlazim (GT = keluar air liur) walau pun rangsangan itu berbeda atau hampir sama (yaitu, nada lonceng yang berbeda). Dengan kata lain, organisme itu dapat membuat generalisasi bahwa suara yang berbeda atau hampir sama mungkin diikuti dengan respon (makanan).
2)
Diskriminasi (Discrimination)
Pavlov juga mendapati bahwa
apabila dia mengubah nada lonceng, anjing itu masih mengeluarkan air liur. Bila nada lonceng
itu jauh berbeda dari lonceng yang asli, anjing tersebut tidak mengeluarkan air
liur. Ini menunjukkan bahwa organisme tersebut dapat membedakan atau
mendikriminasi antara rangsangan yang dikemukakan dan memilih untuk tidak
bertindak atau bergerak balas. Yaitu, sesuatu
organisme mampu untuk bergerak balas ke sesuatu rangsangan tetapi tidak ke
rangsangan yang lain.
3)
Penghapusan (Extinction)
Jika sesuatu rangsangan terlazim (lonceng) tidak diikuti dengan rangsangan tak terlazim (makanan), lama kelamaan organisme itu tidak akan melakukan respon.
Jika sesuatu rangsangan terlazim (lonceng) tidak diikuti dengan rangsangan tak terlazim (makanan), lama kelamaan organisme itu tidak akan melakukan respon.
2.2 Pengertian Operant Conditioning
Operant conditioning merupakan salah satu dari dua
jenis pengondisian dalam pembelajaran asosiasi (associative learning).
Pembelajaran asosiatif adalah pembelajaran yang muncul ketika sebuah hubungan
dibuat untuk menghubungkan dua peristiwa. Dalam operant conditoning, individu
belajar mengenai hubungan antara sebuah perilaku dan konsekuensinya. Sebagai
hasil dari hubungan asosiasi ini, setiap individu belajar untuk meningkatkan
perilaku yang diikuti dengan pemberian ganjaran dan mengurangi perilaku
yang diikuti dengan hukuman. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian
operant conditioning adalah sebuah bentuk dari pembelajaran asosiatif di mana
konsekuensi dari sebuah perilaku mengubah kemungkinan berulangnya perilaku
(King, 2010 :356).
2.2.1
Prinsip-Prinsip
Operant Conditioning
1) Penguatan (reinforcement)
Penguatan adalah proses belajar untuk meningkatkan
kemungkinan dari sebuah perilaku dengan memberikan atau menghilangkan
rangsangan. Prinsip penguatan dibagi menjadi dua, yaitu penguatan positif dan
penguatan negatif.
a. Positive Reinforcement
(Penguatan Positif)
Penguatan positif (positive
reinforcement) adalah suatu rangsangan yang diberikan untuk memperkuat
kemungkinan munculnya suatu perilaku yang baik sehingga respons menjadi meningkat
karena diikuti dengan stimulus yang mendukung. Sebagai contoh, seorang anak
yang pada dasarnya memiliki sifat pemalu diminta oleh guru maju ke depan kelas
untuk menceritakan sebuah gambar yang dibuat oleh anak itu sendiri. Setelah
anak tersebut membacakan cerita, guru memberikan pujian kepada anak tersebut
dan teman-teman sekelasnya bertepuk tangan. Ketika hal tersebut berlangsung
berulang-ulang, maka pada akhirnya anak tersebut menjadi lebih berani untuk
maju ke depan kelas, bahkan kemungkinan sifat pemalunya akan hilang.
Rangsangan yang diberikan
untuk penguatan positif dapat berupa hal-hal dasar seperti, makanan, minuman,
sex, dan kenyamanan pisikal. Selain itu, beberapa hal-hal lain seperti uang,
persahabatan, cinta, pujian, penghargaan, perhatian, dan kesuksesan karir juga
dapat digunakan sebagai rangsangan penguatan positif
b. Negative Reinforcement
(Penguatan Negatif)
Negative Reinforcement adalah
peningkatan frekwensi suatu perilaku positif karena hilangnya rangsangan yang
merugikan (tidak menyenangkan). Sebagai contoh, seorang ibu yang
memarahi anaknya setiap pagi karena tidak membersihkan tempat tidur, tetapi
suatu pagi si anak tersebut membersihkan tempat tidurnya tanpa di suruh dan si
ibu tidak memarahinya, pada akhirnya si anak akan semakin rajin membersihkan
tempat tidurnya diringi dengan berkurangnya frekwensi sikap kemarahan dari
ibunya.
Perbedaan mutlak penguatan negatif dengan penguatan positif terletak pada
penghilangan dan penambahan stimulus yang sama-sama bertujuan untuk
meningkatkan suatu perilaku yangbaik.
* Penguatan Positif + Stimulus => Perilaku baik
* Penguatan Positif + Stimulus => Perilaku baik
* Penguatan Negatif – Stimulus =>
Perilaku baik
2)
Hukuman
(Punishment)
Penguatan negatif (negative
reinforcement) tidaklah sama dengan hukuman, keduanya sangat berbeda. Penguatan
negatif lebih bertujuan untuk meningkatkan probabilitas dari sebuah perilaku,
sedangkan hukuman lebih bertujuan untuk menurunkan probabilitas terjadinya
perilaku. Dalam penguatan negatif respon akan meningkat karena konsekuensinya,
sedangkan pada hukuman respon akan menurun karena konsekuensinya. Sebagai
contoh, ketika kita meminum obat saat kita sakit kepala dan hasilnya
sakit kepala kita hilang , maka kita akan meminum obat yang sama saat
kita mengalami sakit kepal. Penghilangan rasa sakit kepala pada kasus ini
merupakan penguatan negatif, sedangkan apabila setelah meminum obat ternyata
kita mendapat alergi, maka tentunya kita tidak akan meminum obat yang sama lagi
sebab mendapat alergi dalam kasus ini merupakan sebuah hukuman sehingga perilaku
berikutnya tidak akan mengulangi hal yang sama.
Hukuman (punishment) adalah
sebuah konsekuensi untuk mengurangi atau menghilangkan kemungkian sebuah
perilaku akan muncul. Sebagai contoh, seorang anak bermain-main pedang-pedangan
menggunakan pisau, kemudian kulit jari tanganya terpotong ketika pisau tersebut
salah diarahkan. Pada akhirnya anak tersebut akan sedikit kemungkinannya
bermain-main menggunakan pisau.
Hukuman positif
dan hukuman negatif
Dalam hukuman juga terdapat
pembagian antara positif dan negatif. Hukuman positif (positive punishment)
dimana sebuah perilaku berkurang ketika diikuti dengan rangsangan yang tidak
menyenangkan, misalnya ketika seseorang anak mendapat nilai buruk di sekolah
maka orangtuanya akan memarahinya hasilnya anak tersebut akan belajar lebih
giat untuk menghindari omelan orangtuanya (akan kecil kemungkinannya anak
tersebut akan mendapatkan nilai jelek). Hukuman negatif (negative punishment),
sebuah perilaku akan berkurang ketika sebuah rangsangan positif atau menyenagkan
diambil. Sebagai contoh, seorang anak mendapat nilai jelek akibat terlalu
sering bermain-main dengan temannya dan malas belajar, kemudian anak
tersebut dihukum oleh orangtuanya untuk tidak boleh bermain dengan
teman-temannya selama sebulan, akhirnya anak tersebut tidak akan terlalu sering
bermain-main dengan temannya atau lebih mengutamakan pelajarannya
2.2.2 Stimulus
Operant Conditioning
1) Generalization (Generalisasi)
Generalization pada
operant conditioning adalah memberikan respon yang sama terhadap stimulus yang sama atau mirip. Fokus
perhatiannya adalah tingkat dimana perilaku disamaratakan dari satu
situasi ke situasi yang lain.
Sebagai contoh,
anak kecil yang mendapatkan penguatan oleh orang tuanya karena menimang dan
menyayangi anjing keluarga, ia akan segera mengeneralisasikan respon menimang anjing itu dengan anjing yang
lain. Contoh lain, seorang guru memuji siswanya apabila siswa itu mengajukan
pertanyaan yang bagus yang berhubungan dengan bahasa Inggris, hal ini
disamaratakan dengan kerja keras dalam sejarah, matematika maupun dalam mata pelajaran yang lain.
3) Discrimination (diskriminasi)
Diskriminasi
dalam operant conditioning berarti melibatkan perbedaan antara stimulus-stimulus dan kejadian-kejadian lingkungan,
atau dapat diartikan merespon stimulus yang menunjukkan bahwa sebuah perilaku
akan atau tidak akan dikuatkan.
Sebagai contoh,
Jika dikaitkan dengan contoh diatas dimana anak akan mengeneralisasikan
menyayangi anjing keluarga dengan anjing yang lainnya, sedangkan hal itu bisa saja berbahaya ( dapat dikatakan, anjing tetangga
sangat galak dan suka menggigit) maka orang tua harus memberikan latihan
diskriminasi, sehingga anak mendapatkan penguatan jika ia menyayangi anjing
keluarga dan bukan anjing tetangga, dengan cara oranng tua menunjukkan
aspek-aspek anjing yang melihatkan keramahannya( misalnya ekornya biasa
dikibas-kibas) sehingga anak akan bisa mengenali mana anjing yang rmah dan
biisa disayang dan mana anjing yang galak. Contoh lain, seorang siswa tahu
bahwa wadah di meja guru yang bertulisan “ Matematika” adalah tempat ia
harus meletakkan tugas matematika hari ini, sementara wadah lainnya yang
bertulisan “ Bahasa Inggris “ adalah tempat tugas bahasa inggris hari ini harus
diletakkan.
4) Extinction (Pelenyapan)
Extinction merupakan
suatu penghentian penguatan. Jika dalam suatu kasus dimana pada perilaku
sebelumnya individu mendapat penguatan kemudian tidak lagi dikuatkan sehingga
akan ada kecenderungan penurunan perilaku, maka hal inilah yang dinamakan
munculnya suatu pelenyapan (extinction).
Seorang siswa mendapatkan beasiswa setiap kali
berhasil menjadi juara kelas. Namun, suatu ketika beasiswa dihentikan karena
adanya kekurangan dana dari pihak si pemberi beasiswa sehingga tidak sanggup
lagi memberi bantuan. Ketika pihak pemberi beasiswa tersebut tidak memberi lagi
beasiswa, semangat belajar siswa tersebut menjadi menurun.
Pelenyapan juga
merupakan suatu strategi menghentikan penguatan dimana pelenyapan ini menarik
penguatan positif terhadap perilaku tidak tepat atau tidak pantas. Hal ini
dikarenakan banyaknya perilaku yang tidak tepat dipertahankan akibat adanya
penguatan positif terhadap perilaku tersebut. Sebagai contoh, orangtua yang
kurang peka terkadang cenderung lebih memperhatikan perilaku yang tidak baik
dari anaknya, seperti menegur, memarahi, membentak, dan sebagainya tanpa
sedikitpun memperhatikan hal-hal baik yang dilakukan oleh anaknya, seperti
memuji prestasi-prestasi dan kelakuan baik anak-anaknya. Dalam hal ini, sangat
diperlukan adanya suatu pelenyapan terhadap penguatan pada hal-hal negatif yang
dilakukan anaknya dan lebih memperhatikan dan memunculkan penguatan pada
hal-hal positif yang dilakukan si anak.
2.3 Perbedaan Classical Conditioning dengan Operant Conditioning
Pada dasarnya teori belajar klasik
(classical conditioning) dan teori belajar instrumental (operant conditioning) memiliki perbedaan satu dengan yang
lainnya. Hal ini dapat dilihat pada:
1. Classical
conditioning muncul akibat adanya asosiasi (hubungan) antara dua stimulus atau
rangsangan, seperti yang kita ketahui pada percobaan Ivan Pavlov mengenai
hubungan antara makanan dan bunyi bel. Sebaliknya, operant conditioning muncul
akibat adanya asosiasi antara respon dan konsekuensi yang timbul, seperti
halnya berlatih dengan giat akan dapat memenangkan pertandingan.
2.
Pada classical conditioning biasanya meliputi mengenai refleks-refleks,
perilaku yang timbul adalah prilaku yang tidak disengaja yang dikontrol oleh
syaraf otonom. Sebaliknya pada Operant conditioning lebih kepada prilaku-prilaku
yang sadar dan diatur oleh syaraf simpatis.
3.
Pada Classical conditioning UCS (Unconditioned Stimulus) dipasangkan dengan CS
(Conditioned Stimulus), tetapi prilaku yang timbul bersifat independent. Pada
operant conditioning, konsekuensi penguatan diberikan hanya jika respon yang
dikondisikan terjadi.
2.4 Aplikasi Classical
Conditioning dan Operant Conditioning dalam Pelajaran Bahasa Inggris
Classical
conditioning dan operant conditioning tidak
lain memberikan gambaran bahwa siswa belajar menyukai atau tidak menyukai
sekolah, pelajaran, dan atau guru atau apa saja yang ada di lingkungan belajar.
Sebab respon yang muncul adalh respon emosional dan fisiologis yang bisa berupa
senang, takut, terkejut, gembira dan semacamnya.
1.
Berikan lingkungan belajar yang hangat dan aman baik itu dalam
memberikan tugas-tugas belajar, sehingga kelas anda diasosiasikan dengan
positive emotions
-
Menekankan pada kerja sama dan
kompetisi antar kelompok daripada individu, banyak siswa yang akan memiliki
respons emosional secara negatif terhadap kompetisi secara individual, yang
mungkin akan digeneralisasikan dengan pelajaran-pelajaran yang lain, misal
dalam kegiatan Listening pebelajar akan lebih nyaman jika sesekali dapat
melakukan kegiatan berkelompok dalam mendiskusikan jawaban tentang apa yang
mereka dengar, daripada mereka ditekan untuk mendengarkan sendiri serta
menyimpulkan sendiri hasil dari Listening tersebut. Dengan demikian stimulus
yang telah diberikan akan sedikit mengurangi rasa tegang pada si pebelajar atau
menimbulkan respon yang positif.
-
Kedua, sebagai seorang guru bahasa
inggris, membangun suatu aturan yang melarang siswa mengejek temannya dalam
cara apapun dalam pelajaran bahasa inggris, saat conversation, debate, ataupun
reading. Entah itu pronunciationnya salah, atau ejaannya. Sehingga, siswa
merasa nyaman untuk belajar bahasa inggris dengan benar, dan memahami bahwa
semua anggota di sekolah bertujuan sama, yaitu untuk belajar.
2.
Perlu mendampingi dan membantu siswa mengatasi secara bebas dan sukses dalam
situasi-situasi yang secara potensial memancing kecemaskan atau keadaan yang
tertekan
-
Mendorong siswa yang pemalu untuk
mengajarkan siswa lain cara memahami materi pelajaran, misal dalam pelajaran
speaking, terkadang siswa sangat takut untuk berbicara di depan teman-teman
sekelas. Dan menimbulkan rasa cemas yang membuatnya gugup saat berbicar. Maka
dengan perlahan pengajar harus membantu siswanya untuk lebih mudah dalam
berbicara bahasa Inggris. Pertama, jika siswa takut berbicara di depan kelas
mintalah siswa untuk membacakan sebuah laporan di depan kelompok kecil sambil
duduk ditempat, dan lebih bebas dalam berbicara, baik itu susunan grammarnya
ataupun pronounciationnya, kemudian apabila sudah terbiasa para pengajar
menaikkan lagi berikutnya dengan berdiri. Setelah dia terbiasa, kemudian
mintalah ia untuk membaca laporan di depan seluruh murid di kelas.
3.
Perlu membantu siswa untuk mengenal sendiri perbedaan dan persamaan
terhadap situasi-situasi sehingga mereka dapat membedakan atau memilah dan
menggeneralisasikan sendiri secara tepat
-
Mendorong siswa yang pemalu untuk
mengajarkan siswa lain cara memahami materi pelajaran.
-
Dalam pelajaran speaking,
terkadang siswa sangat takut untuk berbicara di depan teman-teman sekelas. Dan
menimbulkan rasa cemas yang membuatnya gugup saat berbicara. Maka dengan
perlahan pengajar harus membantu siswanya untuk lebih mudah dalam berbicara
bahasa Inggris. Pertama, jika siswa takut berbicara di depan kelas mintalah
siswa untuk membacakan sebuah laporan di depan kelompok kecil sambil duduk
ditempat, dan lebih bebas dalam berbicara, baik itu susunan grammarnya ataupun
pronounciationnya, kemudian apabila sudah terbiasa para pengajar menaikkan
lagi berikutnya dengan berdiri. Setelah
dia terbiasa, kemudian mintalah ia untuk membaca laporan di depan seluruh murid
di kelas.
-
Membuat tahap jangka pendek untuk
mencapai tujuan jangka panjang, misalnya dengaan memberikan tes harian,
mingguan, agar siswa dapat menyimpaan apa yang dipelajari dengan baik
4.
Menerapkan sistem belajar independen
-
Misal, guru mengajak siswa datang
ke perpustakaan dan membaca buku bacaan bahasa Inggris sesuai minat si
pebelajar, baik itu buku pelajaran, novel, atau browsing-browsing di Internet.
Hal tersebut akan cukup membantu siswa untuk belajar bahasa Inggris dari
berbagai macam sumber, tidak hanya terpaku pada pelajaran yang diberikan oleh
guru saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar