Sekolah luar biasa bagian A (khusus
tunanetra).
A. Pengertian
anak tunanetra.
ð Anak
tunanetra adalah orang yang mengalami gangguan pada indera penglihatannya, yang
ketunanetraannya digolongkan menjadi buta total (totally blind) dan yang
masih memiliki sisa penglihatan (low vision). Gangguan ini membatasi
tunenetra untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan fisik secara visual.
Beberapa konsep informasi, seperti: ukuran, bentuk, warna, lokasi, waktu, arah,
dan jarak, tidak mudah didapatkan tunanetra, sehingga mereka menggunakan alat
indera yang lain untuk mendapatkan informasi tersebut dan mengetahui kondisi
fisik di sekitarnya.
ð Sedangkan
sekolah luar biasa bagian A (khusus tunanetra) adalah sekolah yang memberikan
pendidikan khusus bagi anak yang mengalami gangguan pada indera penglihatannya.
B. Tujuan
pembelajaran di sekolah tersebut.
ð Di
klasifikasikan menjadi 2 jenis, antara lain:
1. Tujuan
umum.
Tujuan umumnya adalah:
pernyataan umum tentang hasil pembelajaran yang diinginkan. Tujuan ini diacukan
kepada keseluruhan isi mata pelajaran/ kuliah. Oleh karena itu, tujuan umum
akan banyak mempengaruhi strategi pengorganisasian makro.
2. Tujuan
Khusus.
Tujuan Khusus:
pernyataan khusus tentang hasil pembelajaran yang diinginkan. Tujuan ini
diacukan pada konstruk tertentu (apakah fakta, konsep, prosedur, atau prinsip)
dari mata pelajaran/ kuliah. Oleh karena itu, tujuan khusus akan banyak
mempengaruhi strategi pengorganisasian mikro.
C.
Prinsip pembelajaran
pendidikan anak tunanetra.
ð Terdapat empat prinsip dalam
pembelajaran bagi anak tunanetra bila dibandingkan anak awas pada umumnya:
1.
Melakukan duplikasi.
Artinya: mengambil seluruh materi dan strategi pembelajaran
pada anak awas ke dalam pembelajaran pada anak tunanetra tanpa melakukan
perubahan, penambahan, dan pengurangan apa pun.
2.
Melakukan modifikasi terhadap materi, media dan
strategi pembelajaran.
Yaitu:
sebagian atau keseluruhan materi, media, prosedur dan strategi pembelajaran
yang dipergunakan pada pembelajaran anak awas dimodifikasi sedemikian rupa
sehingga baik materi, media, dan strategi pembelajarannya sesuai dengan
karakteristik anak.
3.
Melakukan Substitusi.
Yaitu
mengganti materi, media, dan strategi pembelajaran yang berlaku pada
pembelajaran anak awas, bahkan mengganti mata pelajaran tertentu,
misalnya mata pelajaran menggambar diganti dengan apresiasi seni suara atau
sastra. Memberikan tambahan pembelajaran/ kegiatan ekstrakurikuler yang
berkaitan dengan aktivitas kompensatif yang tidak ada pada kurikulum reguler.
Misalnya kursus orientasi mobilitas, Activity of Dailly Living (ADL), komputer
bicara, dll.
4.
Melakukan Omisi.
Yaitu
penghilangan materi tertentu yang berlaku pada pembelajaran anak awas.
Hal tersebut dilakukan apabila ketiga prinsip di atas sudah tidak dapat
dilakukan, misalnya meniadakan materi pembiasan, proyeksi
warna, pada mata pelajaran/ mata kuliah tertentu, dan lain
sebagainya. Prinsip terakhir tersebut jarang dilakukan oleh sebagian
besar dosen/ guru dengan pertimbangan sesulit apa pun semua materi tetap
diberikan tetapi menurunkan target daya serap pembelajaran. Pada kasus
pembelajaran materi pembiasan, dosen/ guru tetap menyampaikannya secara
informatif, karena dapat bermanfaat untuk komunikasi dengan anak awas lain,
meskipun verbalisme anak tunatera dapat memanfaatkan kata visual
dalam berkomunikasi dengan peserta didik yang tidak tunanetra.
.
D. Peserta Didik.
ð Calon peserta didik yang dapat diterima pada
satuan Pendidikan Luar Biasa tunalaras adalah sebagai berikut:
1. Anak yang mengalami gangguan
pada indera penglihatannya, yang ketunanetraannya digolongkan menjadi buta
total (totally blind) dan yang masih memiliki sisa penglihatan (low
vision).
2. Anak yang mau di didik dan masih
berusia sekolah.
3. Dan berbagai ketentuan lainnya.
E. Tenaga kependidikan.
ð Tenaga kependidikan pada satuan Pendidikan
Luar Biasa tunanetra
terdiri atas kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru yang berlatar belakang Pendidikan Luar Biasa
khususnya tunanetra
serta anggota masyarakat yang tidak di didik khusus sebagai guru Pendidikan Luar Biasa tetapi mempunyai
keahlian dan kemampuan tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik
dalam kegiatan belajar.
F. Metode pembelajaran.
ð Terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Strategi pengorganisasian
pembelajaran.
è adalah
metode untuk mengorganisasi isi mata pelajaran/ kuliah yang telah dipilih untuk
pembelajaran. Mengorganisasi mengacu pada suatu tindakan seperti pemilihan isi,
penataan isi, pembuatan diagram, format, dan lainnya yang setingkat dengan itu.
è Strategi
pengorganisasian berkaitan dengan pemilihan isi, penataan isi, pembuatan
diagram, format, dan lainnya yang setingkat dengan itu.
1.
Pemilihan dan penataan isi
materi tidak memerlukan modifikasi
2.
Penyajian diagram (objek
dua dimensi) memerlukan modifikasi dengan mengemboss (menimbulkan) agar
dapat diraba tunanetra), sedangkan objek tiga dimensi harus disajikan dalam
bentuk benda asli atau model.
3.
Penyajian format/ formula vertikal dapat
dimodifikasi dalam format horinsontal, karena penulisan huruf Braille susah
disajikan dalam format vertikal.
b. Strategi penyampaian
è merupakan
komponen variabel metode untuk melaksanakan program pembelajaran. Sekurang-kurangnya
ada 2 fungsi dari strategi ini, yaitu:
1. Menyampaikan
isi pembelajaran kepada peserta didik.
2. Menyediakan
informasi/ bahan-bahan yang diperlukan peserta didik untuk menampilkan
unjuk-kerja (seperti latihan dan tes). Strategi penyampaian mencakup lingkungan
fisik, guru, bahan-bahan pembelajaran, dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan
dengan pembelajaran.
è Atau,
dengan kata lain, peraga merupakan satu komponen penting dari strategi
penyampaian pembelajaran. Itulah sebabnya, peraga pembelajaran merupakan bidang
kajian utama strategi ini.
è Strategi
Penyampaian terdapat 3 komponen yang perlu diperhatikan dalam memdeskripsikan
strategi penyampaian:
1. Peraga
pembelajaran
· Upayakan
setiap anak mendapat kesempatan untuk mengamati (meraba) media yang tersedia.
·
Peraga visual dimodifikasi ke dalam peraga auditif, perabaan,
namun tidak semua kesan visual dapat diubah ke dalam kesan non visual. Misal
persepsi cahaya, bayangan, benda yang hanya dapat dijangkau dengan penglihatan.
Hal ini anak tunanetra cukup diberi kesempatan untuk merasakan gejala yang
muncul atau bahkan cukup diberikan cerita tentang itu.
· Objek tiga dimensi harus disajikan
dalam bentuk benda asli atau model.
2. Interaksi
peserta didik dengan peraga.
· Peraga
hendaknya jangan terlalu besar atau terlalu kecil, yang ideal adalah sejauh
kedua tangan dapat mendeteksi objek secara keseluruhan.
· Penyajian
tabel/ diagram perlu penjelasan cara membaca dan maksud tabel/ diagram
tersebut.
· Ada
jaminan bahwa peraga itu tidak berbahaya, tidak mudah rusak.
3.
Bentuk/ struktur
pembelajaran.
· Bentuk/struktur
pembelajaran tidak memerlukan modifikasi.
c.
Strategi Pengelolaan
è merupakan
komponen variabel metode yang berurusan dengan bagaimana menata interaksi
antara peserta didik dengan variabel-variabel metode pembelajaran lainnya.
·
Metode pembelajaran untuk orang awas pada prinsipnya dapat
diterapkan terhadap peserta didik tunanetra dengan memodifikasi aktivitas
visual ke dalam aktivitas selain visual.
· Metode ceramah: kata-kata asing atau
kata lain yang belum dikenal hendaknya dosen/ guru mengulangi dan mengeja
huruf-demi huruf. Jika antara ucapan dengan tulisan berbeda maka dosen/ guru
harus mengeja huruf demi huruf.
G. Modifikasi pendidikan.
a. Modifikasi
waktu pembelajaran.
· Lebih
bijaksana bila dalam pemberian setiap tugas ada kaitannya dengan jenis/ tingkat
kesulitan yang dialami anak, waktu diberikan kelonggaran secara proporsional
bila dibanding dengan anak rata-rata lain. Mereka diberikan kesempatan untuk
berprestasi seperti yang lain sekalipun dalam waktu yang berbeda. Misalnya anak
tunanetra dalam mengerjakan soal-soal ujian diberikan tambahan waktu
sedikitnya 20% dengan waktu yang digunakan oleh anak awas.
· Asumsi
jumlah penambahan waktu itu tidak memiliki dasar yang kuat, karena tiap mata
kuliah tidak membutuhkan penambahan waktu yang sama. Mata kuliah statistik yang
disajikan dalam bentuk gambar/ denah/ grafik timbul memerlukan waktu yang lebih
lama, ketika anak mengidentifikasi table, formula, grafik, sebaliknya mata
kuliah filsafat justru relatif lebih cepat.
· Kecepatan
mengerjakan soal berbalik dengan orang awas (soal non eksakta), jika anak buta
lebih cepat soal disajikan dalam bentuk verbal, maka anak awas lebih
cepat dan lebih yakin jika soal disajikan dalam bentuk tertulis. Hal ini
disebabkan karena kecepatan membaca Braille dengan huruf
cetak memiliki rentang waktu yang relatif lama.
b.
Modifikasi sarana/media.
·
Media baca tulis untuk anak tunanetra total (buta)
dimodifikasi dalam huruf Braille, dan anak low vision dapat dimodifikasi
dengan tulisan/ huruf diperbesar/ menggunakan media optik sesuai dengan tingkat
penglihatannya.
·
Telah banyak diciptakan alat-alat dari hasil modifikasi yang
khusus dipergunakan untuk anak dengan kebutuhan khusus. Modifikasi tersebut
telah dirasakan manfaatnya oleh mereka yang menggunakan. Misal:
·
Komputer untuk tunanetra yang dilengkapi dengan voice
synthesizer (komputer bicara), jam bicara, Hand Phone bicara, screen
reader, kompas bicara, kalkulator bicara.
·
Soft ware yang diperlukan: translator Braille: CX, duxbury,
MBC, WinBraille, Voice syntheziser: Jaws, dll
·
Embosser: Braillo 400, Braillo 200, Comet, Versapoint,
Everest, Index, Mounbothen, Marathon, MBOS, Braille Blazer, dll.
·
Laser can (tongkat yang dilengakpi detector) untuk
membantu tunanetra berjalan dll.
·
Buku bicara (talking book) melalui kaset atau CD (buku
digital).
·
Papan catur timbul, sepak bola bunyi, tenis meja (bola
bunyi), bridge timbul, static bicyle, Sepatu roda, merupakan alat olah raga
tunanetra.
·
Block kis tuntuk menghitung, papan paku untuk sistem
koordinat, meteran timbul, meteran bunyi, kalkulator bicara, dll dapat
dimanfaatkan pada mata kuliah matematika.
·
Braille Kit
·
Mesin ketik Braille
·
Tongkat putih, Blindford
· Power Rider.
c.
Modifikasi pengelolaan
kelas.
·
Pengorganisasian kelas
membutuhkan strategi yang kadang tidak pernah dipikirkan sebelumnya. Pengaturan
tempat duduk terhadap anak-anak yang mengalami kelainan harus mendapatkan
prioritas khusus, sehingga mereka seperti halnya teman yang lain. Tanpa modifikasi
pengelolaan kelas mungkin mereka akan semakin tertinggal dengan teman yang
lain.
·
Penempatan tempat duduk anak tunanetra
harus diperhatikan ketajaman pendengaran antara telinga kanan-kiri.
Hindarkan sumber suara dosen tidak dapat diterima anak dengan baik. Kerapian
tempat duduk tidak berarti apapun jika anak tunanetra tidak dapat mendengar
informasi dosen/ guru.
O O
|
O O
|
O O
|
|||
O O
|
O O
|
O
O
|
|||
X O
|
O X
|
X O
|
|||
Keterangan:
X = tempat duduk anak dengan kebutuhan
khusus
0 =
adalah tempat duduk anak rata-rata/ normal/ awas
V = meja/ kursi dosen
·
Pembuatan kelompok
belajar/kelompok apapun sebaiknya anak tunanetra tidak dijadikan satu
kelompok, mereka harus menyebar keseluruh kelompok yang ada. Sejauh anak dengan
peserta didik tunanetra masih dapat mengerjakan tugas-tugas seperti anak yang
lain sekalipun minimal, mereka mendapatkan tugas seperti anak yang lain.
·
Kelas-kelas yang terdapat
peserta didik tunanetra sebaliknya jangan diciptakan situasi belajar yang
kompetitif, namun hendaknya anak yang unggul dapat dimanfaatkan untuk
memberikan/ membantu kesulitan yang dihadapi memberikan/ membantu kesulitan
yang dihadapi oleh peserta didik tunanetra secara kooperatif. Bila kelas
dikondisikan kompetitif maka peserta didik tunanetra sering ketinggalan dan
tidak pernah memperoleh kesempatan untuk berprestasi sesuai dengan kemampuannya
·
Anak tunanetra
ditempatkan berdekatan dengan anak yang memiliki kepedulian untuk
membantu membacakan yang ditulis dosen/ guru di papan tulis/ layar LCD/OHP atau
jika perlu dibuat jadwal pendampingan.
·
Hindarkan penempatan kelas yang
bising, hal ini mengakibatkan anak kesulitan mendeteksi antara bunyi pokok dan
latar belakang. Suara yang paling kuat (sekalipun bukan bunyi pokok) akan
mendominasi pendengarannya.
·
Kelas-kelas untuk anak tunanetra
hendaknya mudah dijangkau (aksesibel), jika perlu berikan tanda
khusus dan relatif menetap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar