Sekolah Luar Biasa
bagian D (khusus tunadaksa).
A. Pengertian
Anak Tunadaksa.
è Tunadaksa
adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan
oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara
normal sehingga untuk kepentingan pembelajarannya perlu layanan secara khusus.
è Pendidikan
anak tunadaksa adalah pendidikan khusus bagi anak yang mengalami ketidakmampuan
anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya
kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal.
B. Tujuan
utama sistem pembelajaran di sekolah:
1.
Pengembangan Intelektual dan Akademik anak.
è Walaupun anak memiliki kekurangan
fisik namun anak masih mempunyai kesempatan untuk mengembangkan prestasi dan
kemampuna akademiknya. Pengembangan
aspek ini dapat dilaksanakan secara formal di sekolah melalui kegiatan
pembelajaran. Di sekolah khusus anak tunadaksa (SLB-D) tersedia seperangkat
kurikulum dengan semua pedoman pelaksanaannya, namun hal yang lebih penting
adalah pemberian kesempatan dan perhatian khusus pada anak tunadaksa untuk
mengoptimalkan perkembangan intelektual dan akademiknya.
2.
Membantu Perkembangan Fisik siswa.
è Dalam proses pendidikan guru harus
turut bertanggung jawab terhadap pengembangan fisiknya dengan cara bekerja sama
dengan staf medis. Hambatan utama dalam belajar adalah adanya gangguan motorik.
Oleh karena itu, guru harus dapat mengatasi gangguan tersebut sehingga anak
memperoleh kemudahan dalam mengikuti pendidikan. Guru harus membantu memelihara
kesehatan fisik anak, mengoreksi gerakan anak yang salah dan mengembangkan ke
arah gerak yang normal.
3.
Meningkatkan Perkembangan Emosi dan Penerimaan Diri Anak
è Dalam proses pendidikan, para guru
bekerja sama dengan psikolog harus menanamkan konsep diri yang positif terhadap
kekurangannya agar dapat menerima dirinya. Hal ini dapat dilakukan dengan
menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif sehingga dapat mendorong
terciptanya interaksi yang harmonis.
4.
Mematangkan Moral dan Spiritual
è Dalam proses pendidikan perlu diajarkan
kepada anak tentang nilai-nilai, norma kehidupan, dan keagamaan untuk membantu
mematangkan moral dan spiritualnya.
5.
Meningkatkan ekspresi diri.
è Ekspresi diri anak tunadaksa perlu
ditingkatkan melalui kegiatan kesenian, keterampilan atau kerajinan.
6.
Mempersiapkan Masa Depan dan kemandirian anak.
è Dalam proses pendidikan, guru dan
yang lainnya bertugas untuk menyiapkan masa depan anak. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan cara membiasakan anak bekerja sesuai dengan kemampuannya,
membekali mereka dengan latihan keterampilan yang menghasilkan sesuatu yang
dapat dijadikan bekal hidupnya dan bias hidup mandiri kedepannya.
C. Sistem
pendidikan.
è Walaupun pendidikan anak tunadaksa
di Indonesia banyak dilakukan melalui jalur sekolah khusus, yaitu anak
tunadaksa ditempatkan secara khusus di SLB-D (Sekolah Luar Biasa bagian D),
namun anak tunadaksa ringan (jenis poliomyelitis) telah ada yang
mengikuti pendidikan di sekolah biasa. Sementara ini anak tunadaksa yang
mengikuti pendidikan di sekolah umum harus mengikuti pendidikan sepenuhnya
tanpa memperoleh program khusus sesuai dengan kebutuhannya.
è Ada 3 hal yang perlu diperhatikan
dan dipertimbangkan oleh guru sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran di
kelas khusus tunadaksa:
a. Keluasan Gerak.
ð Jenis dan tingkat gangguan fisik
yang dialami oleh tunadaksa sangat bervariasi dari yang ringan sampai yang
berat. Berkaitan dengan kebervariasian tersebut maka hal penting yang harus
diperhatikan oleh guru adalah bagaimana agar anak dapat mengakses ke semua
penjuru layanan pendidikan di sekolah dengan memperhatikan keleluasaan gerak
anak. Masalah akses utama adalah yang berkaitan dengan akses menuju gedung
sekolah, ruangan kelas, dan fasilitas sekolah lainnya (ruang perpustakaan,
laboratorium, ruangan kesenian, ruang olahraga, dan toilet).
b. Latihan Keterampilan Menolong Diri (Self
Help).
ð Anak-anak berkelainan fisik dalam
beberapa hal sangat membutuhkan latihan membantu diri (self help). Self
help sangat dibutuhkan anak terutama yang berkaitan dengan aktivitas mereka
sehari-hari baik di sekolah, rumah, maupun di lingkungan umum. Hal tersebut
diharapkan anak bisa mandiri dan tidak terlalu bergantung pada orang lain.
Contohnya kegiatan makan dan minum, kegiatan yang melibatkan motorik halus
(menggambar, menulis, melipat), keterampilan buang air kecil. Hal-hal tersebut
merupakan hal yang penting yang harus dikuasai anak di sekolah.
c. Kebutuhan Psikososial
ð Hambatan fisik pada anak memiliki
pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan psikologisnya. Hasil-hasil
penelitian menunjukkan bahwa tunadaksa memiliki kesulitan dalam mengembangkan self
esteem yang positif dan mengalami kecemasan yang lebih besar dibandingkan
anak normal lainnya. Untuk mendukung agar anak tunadaksa memiliki sifat self
esteem yang positif, maka seluruh anggota keluarga, guru di sekolah, dan
teman-teman sebaya di kelas harus memberikan dukungan dan bisa menerima anak
dengan segala kelebihan maupun kekurangannya. Dengan dukungan yang positif ini
diharapkan anak dapat menerima keadaan dirinya secara positif dan pada akhirnya
menumbuhkan minat atau motivasi berprestasi di sekolah.
D. Peserta
didik.
è Anak-anak
bersekolah di sekolah ini, adalah anak-anak yang mengalami penyakit seperti:
ü Tunadaksa Saraf (neurologically handicapped)
ü cerebral palsy
ü Athetosis
ü Ataxia
ü Tremor dan Regidity
ü Dan
berbagai penyakit lainnya yang berhubungan dengan penurunan kemampuan anggota
tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal.
E. Para pengajar dan ahli.
è Para
pengajar merupakan pengajar yang telah mengikuti pelatihan khusus dan
berpengalaman membimbing anak tunadaksa. Para ahli seperti psikolog, terapis,
dokter, dan ahli lain yang berperan dalam pengamatan perkembangan kesehatan
siswa.
F. Pelaksanaan
Kegiatan Pembelajaran.
è Dalam pelaksanaan pembelajaran akan
dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan keterlaksanaannya, seperti berikut:
a.
Perencanaan Kegiatan Pembelajaran.
ð Adapun langkah-langkah utama dalam
merancang suatu program pendidikan individual (PPI) yaitu:
1.
Membentuk tim PPI atau Tim Penilai Program Pendidikan yang
diindividualisasikan (TP3I), yang mencakup guru khusus, guru reguler, diagnostician,
kepala sekolah, orang tua, siswa, serta personel lain yang diperlukan.
2.
Menilai kekuatan dan kelemahan serta minat siswa yang dapat
dilakukan dengan assessment.
3.
Mengembangkan tujuan-tujuan jangka panjang dan
sasaran-sasaran jangka pendek.
4.
Merancang metode dan prosedur pencapaian tujuan
5.
Menentukan metode dan evaluasi kemajuan.
b.
Prinsip Pembelajaran
Ada beberapa prinsip utama dalam memberikan
pendidikan pada anak tunadaksa, diantaranya sebagai berikut:
1. Prinsip multisensori (banyak
indra)
ð Proses pendidikan anak tunadaksa
sedapat mungkin memanfaatkan dan mengembangkan indra-indra yang ada dalam diri
anak karena banyak anak tunadaksa yang mengalami gangguan indra. Dengan
pendekatan multisensori, kelemahan pada indra lain dapat difungsikan sehingga
dapat membantu proses pemahaman.
2. Prinsip individualisasi.
ð Individualisasi mengandung arti
bahwa titik tolak layanan pendidikan adalah kemampuan anak secara individu.
Model layanan pendidikannya dapat berbentuk klasikal dan individual. Dalam
model klasikal, layanan pendidikan diberikan pada kelompok individu yang
cenderung memiliki kemampuan yang hampir sama, dan bahan pelajaran yang
diberikan pada masing-masing anak sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.
3. Penataan Lingkungan Belajar
ð Berhubung anak tunadaksa mengalami
gangguan motorik maka dalam mengikuti pendidikan membutuhkan perlengkapan
khusus dalam lingkungan belajarnya. Gedung sekolah sebaiknya dilengkapi
ruangan/sarana tertentu yang memungkinkan dapat mendukung kelancaran kegiatan
anak tunadaksa di sekolah. Bangunan-bangunan gedung sebaiknya dirancang dengan
memprioritaskan 3 kemudahan, yaitu anak mudah ke luar masuk, mudah bergerak
dalam ruangan, dan mudah mengadakan penyesuaian atau segala sesuatu yang ada di
ruangan itu mudah digunakan.
G. Bangunan
sekolah,
a. Bagian
luar sekolah.
ü Sekolah
di lengkapi dengan pagar yang selalu di jaga oleh pengaman agar siswa-siswa
aman berada di sekitar sekolah.
ü Daerah
kawasan sekolah di lengkapi dengan taman yang cukup lebar dan pepohonan yang
dapat membuat udara menjadi sejuk.
ü Bangunan
sekolah di cat dengan warna yang cerah agar siswa lebih tertarik dan senang
berada di kawasan sekolah.
ü Pada
bagian taman juga di lengkapi dengan permainan yang meningkatkan fungsi anggota
tubuh siswa, yaitu seperti permainan memanjat, mendaki jalanan landai dan
lain-lain yang sudah di set aman bagi anak.
ü Di
taman juga ada di buat jalan yang cukup lebar dengan teksturnya menonjol,
sehingga hal itu dapat meningkat latihan stimulus pada kaki anak.
b. Bagian
dalam sekolah.
ü Lantai
di buat keras dan rata, serta tidak licin. Sehingga memungkinkan nak untuk
memakai alat bantu ambulasi,
seperti kursi roda, tripor, brace, kruk, dan lain-lain, dapat bergerak
dengan aman.
ü Tangga sebaiknya disediakan jalur
lantai yang dibuat miring dan landai. Namun apabila
sekolah harus terdiri lebih dari satu lantai, maka bangunan sekolah harus di
lengkapi dengan fasilitas lift.
ü Jarak
antara ruangan yang satu dengan yang lainnya di buat berdekatan. Sehingga
memudahkan anak untuk menjangkaunya.
ü Koridor(lorong)
untuk menghubungkan antara ruangan di buat lebar dan di lengkapi dengan
pegangan di tembok agar bisa berlatih ambulasi secara mandiri.
ü Toilet
berada tidak jauh dari ruangan belajar siswa, agar anak mudah menjangkaunya.
ü Sekolah
di lengkapi dengan ruangan belajar, perpustakaan, ruangan olahraga, ruangan
khususseperti UKS
untuk pemeriksaan dan perawatan kesehatan anak, dan
juga pastinya ruangan terapi (ruangan dimana anak berlatih untuk meningkatkan
stimulus ambulasinya seperti ruang untuk latihan bina gerak (physiotherapy),
ruang untuk bina bicara (speech therapy), ruang untuk bina diri, terapi
okupasi, ruang bermain, serta lapangan.
c. Bagian
dalam kelas.
ü Lantai
ruangan kelas di buat tidak licin dan rata.
ü Kelas sebaiknya dilengkapi dengan
meja dan kursi yang konstruksinya kuat dan cukup besar serta disesuaikan dengan
kondisi kecacatan anak, misalnya tinggi meja kursi dapat disetel, tanganan, dan
sandaran kursi dimodifikasi, dan dipasang belt (sabuk) agar aman.
ü Ukuran
papan tulis harus cukup besar agar seluruh siswa dapat melihat kea rah papan
tulis dengan jelas.
ü Pada
ruangan khusus seperti ruangan terapi ortopedi
di sediakan perangkat-perangkat yang di butuhkan anak yaitu perangkat dapat berupa brance dan spint
yang berfungsi sebagai penguat bagian tulang punggung dan badan,
bagian-bagian anggota gerak atas, bagian-bagian anggota gerak bawah; dan
berbagai ruangan khusus lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar