Kamis, 06 Juni 2013

Sekolah Luar Biasa bagian D (khusus tunadaksa).


Sekolah Luar Biasa bagian D (khusus tunadaksa).

A.    Pengertian Anak Tunadaksa.
è Tunadaksa adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal sehingga untuk kepentingan pembelajarannya perlu layanan secara khusus.
è Pendidikan anak tunadaksa adalah pendidikan khusus bagi anak yang mengalami ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal.

B.    Tujuan utama sistem pembelajaran di sekolah:
1.          Pengembangan Intelektual dan Akademik anak.
è Walaupun anak memiliki kekurangan fisik namun anak masih mempunyai kesempatan untuk mengembangkan prestasi dan kemampuna akademiknya.  Pengembangan aspek ini dapat dilaksanakan secara formal di sekolah melalui kegiatan pembelajaran. Di sekolah khusus anak tunadaksa (SLB-D) tersedia seperangkat kurikulum dengan semua pedoman pelaksanaannya, namun hal yang lebih penting adalah pemberian kesempatan dan perhatian khusus pada anak tunadaksa untuk mengoptimalkan perkembangan intelektual dan akademiknya.
2.          Membantu Perkembangan Fisik siswa.
è Dalam proses pendidikan guru harus turut bertanggung jawab terhadap pengembangan fisiknya dengan cara bekerja sama dengan staf medis. Hambatan utama dalam belajar adalah adanya gangguan motorik. Oleh karena itu, guru harus dapat mengatasi gangguan tersebut sehingga anak memperoleh kemudahan dalam mengikuti pendidikan. Guru harus membantu memelihara kesehatan fisik anak, mengoreksi gerakan anak yang salah dan mengembangkan ke arah gerak yang normal.

3.          Meningkatkan Perkembangan Emosi dan Penerimaan Diri Anak
è Dalam proses pendidikan, para guru bekerja sama dengan psikolog harus menanamkan konsep diri yang positif terhadap kekurangannya agar dapat menerima dirinya. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif sehingga dapat mendorong terciptanya interaksi yang harmonis.
4.          Mematangkan Moral dan Spiritual
è Dalam proses pendidikan perlu diajarkan kepada anak tentang nilai-nilai, norma kehidupan, dan keagamaan untuk membantu mematangkan moral dan spiritualnya.
5.          Meningkatkan ekspresi diri.
è Ekspresi diri anak tunadaksa perlu ditingkatkan melalui kegiatan kesenian, keterampilan atau kerajinan.
6.          Mempersiapkan Masa Depan dan kemandirian anak.
è Dalam proses pendidikan, guru dan yang lainnya bertugas untuk menyiapkan masa depan anak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara membiasakan anak bekerja sesuai dengan kemampuannya, membekali mereka dengan latihan keterampilan yang menghasilkan sesuatu yang dapat dijadikan bekal hidupnya dan bias hidup mandiri kedepannya.

C.    Sistem pendidikan.
è Walaupun pendidikan anak tunadaksa di Indonesia banyak dilakukan melalui jalur sekolah khusus, yaitu anak tunadaksa ditempatkan secara khusus di SLB-D (Sekolah Luar Biasa bagian D), namun anak tunadaksa ringan (jenis poliomyelitis) telah ada yang mengikuti pendidikan di sekolah biasa. Sementara ini anak tunadaksa yang mengikuti pendidikan di sekolah umum harus mengikuti pendidikan sepenuhnya tanpa memperoleh program khusus sesuai dengan kebutuhannya.
è Ada 3 hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan oleh guru sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas khusus tunadaksa:

a.      Keluasan Gerak.
ð Jenis dan tingkat gangguan fisik yang dialami oleh tunadaksa sangat bervariasi dari yang ringan sampai yang berat. Berkaitan dengan kebervariasian tersebut maka hal penting yang harus diperhatikan oleh guru adalah bagaimana agar anak dapat mengakses ke semua penjuru layanan pendidikan di sekolah dengan memperhatikan keleluasaan gerak anak. Masalah akses utama adalah yang berkaitan dengan akses menuju gedung sekolah, ruangan kelas, dan fasilitas sekolah lainnya (ruang perpustakaan, laboratorium, ruangan kesenian, ruang olahraga, dan toilet).
b.     Latihan Keterampilan Menolong Diri (Self Help).
ð Anak-anak berkelainan fisik dalam beberapa hal sangat membutuhkan latihan membantu diri (self help). Self help sangat dibutuhkan anak terutama yang berkaitan dengan aktivitas mereka sehari-hari baik di sekolah, rumah, maupun di lingkungan umum. Hal tersebut diharapkan anak bisa mandiri dan tidak terlalu bergantung pada orang lain. Contohnya kegiatan makan dan minum, kegiatan yang melibatkan motorik halus (menggambar, menulis, melipat), keterampilan buang air kecil. Hal-hal tersebut merupakan hal yang penting yang harus dikuasai anak di sekolah.
c.      Kebutuhan Psikososial
ð Hambatan fisik pada anak memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan psikologisnya. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa tunadaksa memiliki kesulitan dalam mengembangkan self esteem yang positif dan mengalami kecemasan yang lebih besar dibandingkan anak normal lainnya. Untuk mendukung agar anak tunadaksa memiliki sifat self esteem yang positif, maka seluruh anggota keluarga, guru di sekolah, dan teman-teman sebaya di kelas harus memberikan dukungan dan bisa menerima anak dengan segala kelebihan maupun kekurangannya. Dengan dukungan yang positif ini diharapkan anak dapat menerima keadaan dirinya secara positif dan pada akhirnya menumbuhkan minat atau motivasi berprestasi di sekolah.
                    
D.    Peserta didik.
è Anak-anak bersekolah di sekolah ini, adalah anak-anak yang mengalami penyakit seperti:
ü  Tunadaksa Saraf (neurologically handicapped)
ü  cerebral palsy
ü  Athetosis
ü  Ataxia
ü  Tremor dan Regidity
ü  Dan berbagai penyakit lainnya yang berhubungan dengan penurunan kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal.

E.     Para pengajar dan ahli.
è Para pengajar merupakan pengajar yang telah mengikuti pelatihan khusus dan berpengalaman membimbing anak tunadaksa. Para ahli seperti psikolog, terapis, dokter, dan ahli lain yang berperan dalam pengamatan perkembangan kesehatan siswa.

F.     Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran.
è Dalam pelaksanaan pembelajaran akan dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan keterlaksanaannya, seperti berikut:
a.    Perencanaan Kegiatan Pembelajaran.
ð Adapun langkah-langkah utama dalam merancang suatu program pendidikan individual (PPI) yaitu:
1.     Membentuk tim PPI atau Tim Penilai Program Pendidikan yang diindividualisasikan (TP3I), yang mencakup guru khusus, guru reguler, diagnostician, kepala sekolah, orang tua, siswa, serta personel lain yang diperlukan.
2.    Menilai kekuatan dan kelemahan serta minat siswa yang dapat dilakukan dengan assessment.
3.    Mengembangkan tujuan-tujuan jangka panjang dan sasaran-sasaran jangka pendek.
4.    Merancang metode dan prosedur pencapaian tujuan
5.    Menentukan metode dan evaluasi kemajuan.
b.    Prinsip Pembelajaran
Ada beberapa prinsip utama dalam memberikan pendidikan pada anak tunadaksa, diantaranya sebagai berikut:
1.     Prinsip multisensori (banyak indra)
ð Proses pendidikan anak tunadaksa sedapat mungkin memanfaatkan dan mengembangkan indra-indra yang ada dalam diri anak karena banyak anak tunadaksa yang mengalami gangguan indra. Dengan pendekatan multisensori, kelemahan pada indra lain dapat difungsikan sehingga dapat membantu proses pemahaman.

2.     Prinsip individualisasi.
ð Individualisasi mengandung arti bahwa titik tolak layanan pendidikan adalah kemampuan anak secara individu. Model layanan pendidikannya dapat berbentuk klasikal dan individual. Dalam model klasikal, layanan pendidikan diberikan pada kelompok individu yang cenderung memiliki kemampuan yang hampir sama, dan bahan pelajaran yang diberikan pada masing-masing anak sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.

3.     Penataan Lingkungan Belajar
ð Berhubung anak tunadaksa mengalami gangguan motorik maka dalam mengikuti pendidikan membutuhkan perlengkapan khusus dalam lingkungan belajarnya. Gedung sekolah sebaiknya dilengkapi ruangan/sarana tertentu yang memungkinkan dapat mendukung kelancaran kegiatan anak tunadaksa di sekolah. Bangunan-bangunan gedung sebaiknya dirancang dengan memprioritaskan 3 kemudahan, yaitu anak mudah ke luar masuk, mudah bergerak dalam ruangan, dan mudah mengadakan penyesuaian atau segala sesuatu yang ada di ruangan itu mudah digunakan.

G.    Bangunan sekolah,
a.      Bagian luar sekolah.
ü  Sekolah di lengkapi dengan pagar yang selalu di jaga oleh pengaman agar siswa-siswa aman berada di sekitar sekolah.
ü  Daerah kawasan sekolah di lengkapi dengan taman yang cukup lebar dan pepohonan yang dapat membuat udara menjadi sejuk.
ü  Bangunan sekolah di cat dengan warna yang cerah agar siswa lebih tertarik dan senang berada di kawasan sekolah.
ü  Pada bagian taman juga di lengkapi dengan permainan yang meningkatkan fungsi anggota tubuh siswa, yaitu seperti permainan memanjat, mendaki jalanan landai dan lain-lain yang sudah di set aman bagi anak.
ü  Di taman juga ada di buat jalan yang cukup lebar dengan teksturnya menonjol, sehingga hal itu dapat meningkat latihan stimulus pada kaki anak.

b.     Bagian dalam sekolah.
ü  Lantai di buat keras dan rata, serta tidak licin. Sehingga memungkinkan nak untuk memakai alat bantu ambulasi, seperti kursi roda, tripor, brace, kruk, dan lain-lain, dapat bergerak dengan aman.
ü  Tangga sebaiknya disediakan jalur lantai yang dibuat miring dan landai. Namun apabila sekolah harus terdiri lebih dari satu lantai, maka bangunan sekolah harus di lengkapi dengan fasilitas lift.
ü  Jarak antara ruangan yang satu dengan yang lainnya di buat berdekatan. Sehingga memudahkan anak untuk menjangkaunya.
ü  Koridor(lorong) untuk menghubungkan antara ruangan di buat lebar dan di lengkapi dengan pegangan di tembok agar bisa  berlatih ambulasi secara mandiri.
ü  Toilet berada tidak jauh dari ruangan belajar siswa, agar anak mudah menjangkaunya.
ü  Sekolah di lengkapi dengan ruangan belajar, perpustakaan, ruangan olahraga, ruangan khususseperti UKS untuk pemeriksaan dan perawatan kesehatan anak, dan juga pastinya ruangan terapi (ruangan dimana anak berlatih untuk meningkatkan stimulus ambulasinya seperti ruang untuk latihan bina gerak (physiotherapy), ruang untuk bina bicara (speech therapy), ruang untuk bina diri, terapi okupasi, ruang bermain, serta lapangan.

c.      Bagian dalam kelas.
ü  Lantai ruangan kelas di buat tidak licin dan rata.
ü  Kelas sebaiknya dilengkapi dengan meja dan kursi yang konstruksinya kuat dan cukup besar serta disesuaikan dengan kondisi kecacatan anak, misalnya tinggi meja kursi dapat disetel, tanganan, dan sandaran kursi dimodifikasi, dan dipasang belt (sabuk) agar aman.
ü  Ukuran papan tulis harus cukup besar agar seluruh siswa dapat melihat kea rah papan tulis dengan jelas.
ü  Pada ruangan khusus seperti ruangan terapi ortopedi di sediakan perangkat-perangkat yang di butuhkan anak yaitu perangkat dapat berupa brance dan spint yang berfungsi sebagai penguat bagian tulang punggung dan badan, bagian-bagian anggota gerak atas, bagian-bagian anggota gerak bawah; dan berbagai ruangan khusus lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar